Kontroversi Shalat di Pesantren Al Zaytun, Hingga Pertemuan Panji dan Ali Mochtar Ngabalin

TELEGRAFNESIA.COM - pesantren Al Zaytun menjadi sorotan publik belakangan ini karena pelaksanaan salat Idul Fitri yang berbeda dari tata cara salat pada umumnya.

Dalam salat pesantren Al Zaytun tersebut, terdapat sosok wanita yang berada di shaf paling depan bersama imam dan ada seorang non-muslim yang turut serta dalam salat.

Selain itu, tata cara salat yang dilakukan di pesantren Al Zaytun ini juga berbeda dari yang umumnya dilakukan, yaitu dengan saf salat yang sangat renggang antara satu jamaah dengan jamaah yang lain.

Baca Juga: Kymco Dink R 2023 Penantang Serius Yamaha Nmax dan Honda PCX dengan Gaya Adventure yang Mengesankan

Perbedaan dalam pelaksanaan salat di pesantren Al Zaytun ini menimbulkan kontroversi dan mendapat perhatian luas di media sosial. Hal ini memicu sejumlah pihak untuk angkat bicara dan mengkritik tata cara salat yang dilakukan di pesantren tersebut.

Namun, sebenarnya perbedaan dalam pelaksanaan salat di Pesantren Al Zaytun bukanlah suatu hal yang baru. Sejak awal berdirinya, pesantren ini memiliki karakteristik yang berbeda dari pesantren-pesantren lainnya, termasuk dalam hal pelaksanaan salat.

Dilansir kanal Youtube Wan Marsel Pesantren Al Zaytun memiliki pendekatan yang lebih inklusif dalam mengajarkan agama kepada para santri, dengan mengutamakan kebersamaan dan kebhinekaan dalam ibadah.

Tentu saja, pendekatan ini tidak lepas dari pengaruh kebijakan dan gagasan dari pimpinan pesantren, seperti yang diungkapkan oleh Panji Gumilang, salah satu pimpinan pesantren dalam sebuah video yang pernah viral di media sosial.

Baca Juga: Kisah Perseteruan Nikita Mirzani dan Antonio Dedola yang Membongkar Aib Dapur Rumah Tangga Mereka

Dalam video tersebut, Panji Gumilang berdiskusi dengan Ali Mochtar Ngabalin, tenaga ahli utama kantor staf presiden, tentang pendekatan keagamaan yang diambil oleh pesantren Al Zaytun.

Meskipun mendapat kritik dan kontroversi, Pesantren Al Zaytun sebenarnya memberikan contoh tentang bagaimana keberagaman dalam ibadah bisa dipahami dan dijalankan secara harmonis.

Salah satu contohnya adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keterbatasan dari para jamaah, termasuk di dalamnya non-muslim yang ingin mengenal lebih dalam tentang agama Islam.***